Rabu, 11 Februari 2009

KeBIngunGan ? ( "tanDa KutIp")






Baru2 ini,





kita di kejutkan dengan masalah2 n fenomena2 terbaru,,





yaitu .....akhir dari kelas XII,yang kurang berapa bulan lagi,di Smariduta khususnya,dan SMA2 lain pada umumnya,





benar2 memang sudah waktunya kita menyudahinya,......karena sudah tidak kuat lagi.....aku....( he,he,he...kyok opo ae...halo pi !)....yang membuat semua anak2 kelas 12 saling menyibukkan diri,dan seolah-olah menjadi diri sendiri dan individualalistis,bagai pepatah jawa,"Urusan mu urusan mu dhewe,urusanku urusanku dhewe",...( pepatah ko endi yo kw yo ????)





memang wajar sakjane.....karena teman ya tidak bisa bantu....





kita juga di bingungkan dengan banyaknya pilhan2 jurusan ini lah,itulah yg menggiurkan n menjanjikan....tp semuanya kembali kepada kita sendiri,bila kita sudah "mantep",,









godaan apapun tak akan mampu mengejewantahkan dan menggoyahkan kita,,





Asal kan kita mempunyai hati dan tekat sekuat baja,,rintangan apapun akan mampu kita hadapi.





Banyak jg sebenarnya fakultas2 yg bagus,asalkan kita bisa memilihnya dgn bijak.





Dalam waktu yg sedikit ini marilah kita berlomba-lomba dalam menuntut ilmu,





dan mampu masuk PTN faforit kita !!!!!!





Hidup adalh perbuatan,,





Saingan kita adalah siswa seluruh Indonesia !!!!





gantungkan cita2 setinggi genteng!!!!! kalau bisa masuk di Harvard/Oxford!!!!





"Lihat Lah kak !!!! Di depan sana Matahari menyongsong kita !!!! Masa depan ada di tangan kita !!!!! ( kata2 itu......hemmm,,,,,,....)















Owya,,utk IPA 5 semuanya saja,jangan menyerah dan tetap semangat !!!!!





Tahun depan kita bertemu lagi di sekolah kita,SMARIDUTA, dengan memakai jas almamater sendiri2 !!!!!
( jangan2 cah maleh koyok ngene iki ya ? )





jangan lupakan kata2 ku ini !!!!










Ada yg berminat berpartisipasi dalam mesin penanampar sejauh 7 mil gak ?





ASiiiik lo !!


Yokai di belakangmu.










2 komentar:

terpaksa aku membuatnya mengatakan...

Kita bertemu saat km memakai jas ITS dan aku memakai jas UM.kita saling pandang dibalik kacamata kita masing-masing.(dengan efek timeless camera's around)dan dalam detik ke-13 kita men"tuing"kacamata bersama-sama sambil menyeringai dan tertawa sinis.

•anrae• mengatakan...

Cuplikan Novel LASKAR PELANGI Bab 9 “ Penyakit Gila No. 5”

……………
Kucai sedikit tak beruntung. Kekurangan gizi yang parah ketika kecil mungkin
menyebabkan ia menderita miopia alias rabun jauh. Selain itu pandangan matanya tidak
fokus, melenceng sekitar 20 derajat. Maka jika ia memandang lurus ke depan artinya
yang ia lihat adalah benda di samping benda yang ada persis di depannya dan demikian
sebaliknya, sehingga saat berbicara dengan seseorang ia tidak memandang lawan
bicaranya tapi ia menoleh ke samping. Namun, Kucai adalah orang paling optimis yang pernah aku jumpai. Kekurangannya secara fisik tak sedikit pun membuatnya minder.
Sebaliknya, ia memiliki kepribadian populis, oportunis, bermulut besar, banyak teori, dan
sok tahu.
………………
Kucai juga bertahun-tahun menjadi ketua kelas kami namun bagi kami ketua
kelas adalah jabatan yang paling tidak menyenangkan. Jabatan itu menyebalkan antara
lain karena harus mengingatkan anggota kelas agar jangan berisik padahal diri sendiri tak
bisa diam. Ini menyebabkan tak ada dari kami yang ingin menjadi ketua kelas, apalagi
kelas kami ini sudah terkenal susah dikendalikan. Berulang kali Kucai menolak diangkat
kembali menduduki jabatan itu, namun setiap kali Bu Mus mengingatkan betapa
mulianya menjadi seorang pemimpin, Kucai pun luluh dan dengan terpaksa bersedia
menjabat lagi.
Suatu hari dalam pelajaran budi pekerti kemuhamadiyahan, Bu Mus menjelaskan
tentang karakter yang dituntut Islam dari seorang amir. Amir dapat berarti seorang
pemimpin. Beliau menyitir perkataan Khalifah Umar bin Khatab.
“Barangsiapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya
untuk itu, maka apa pun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan!”
Rupanya Bu Mus geram dengan korupsi yang merajalela di negeri ini dan beliau
menyambung dengan lantang.
“Kata-kata itu mengajarkan arti penting memegang amanah sebagai pemimpin
dan Al-Qur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan
dipertanggungjawabkan nanti di akhirat ....”
Kami terpesona mendengarnya, namun Kucai gemetar. Mendapati dirinya sebagai
seorang pemimpin kelas ia gamang pada pertanggungjawaban setelah mati nanti, apalagi
sebagai seorang politisi ia menganggap bahwa menjadi ketua kelas itu tidak ada
keuntungannya sama sekali. Tidak adil! Lagi pula ia sudah muak mengurusi kami. Kami
terkejut karena serta-merta ia berdiri dan berdalih secara diplomatis.
“Ibunda Guru, Ibunda mesti tahu bahwa anak-anak kuli ini kelakuannya seperti
setan. Sama sekali tak bisa disuruh diam, terutama Borek, kalau tak ada guru ulahnya
ibarat pasien rumah sakit jiwa yang buas. Aku sudah tak tahan, Ibunda, aku menuntut
pemungutan suara yang demokratis untuk memilih ketua kelas baru. Aku juga tak
sanggup mempertanggungjawabkan kepemimpinanku di padang Masyar nanti, anak-anak
kumal ini yang tak bisa diatur ini hanya akan memberatkan hisabku!”
Kucai tampak sangat emosional. Tangannya menunjuk-nunjuk ke atas dan
napasnya tersengal setelah menghamburkan unek-unek yang mungkin telah dipendamnya
bertahun-tahun. Ia menatap Bu Mus dengan mata nanar tapi pandangannya ke arah
gambar R.H. Oma Irama Hujan Duit.
Kami semua menahan tawa melihat pemandangan itu tapi Kucai sedang sangat
serius, kami tak ingin melukai hatinya. Bu Mus juga terkejut. Tak pernah sebelumnya beliau menerima tanggapan selugas itu dari muridnya, tapi beliau meklum pada beban yang dipikul Kucai. Beliau ingin bersikap seimbang maka beliau segera menyuruh kami menuliskan nama ketua kelas baru yang kami inginkan di selembar kertas, melipatnya, dan menyerahkannya kepada beliau. Kami menulis pilihan kami dengan bersungguh-sungguh dan saling berahasiakan pilihan itu dengan sangat ketat.
Kucai senang sekali. Wajahnya berseri-seri. Ia merasa telah mendapatkan
keadilan dan menganggap bahwa bebannya sebagai ketua kelas akan segera berakhir. Suasana menjadi tegang menunggu detik-detik penghitungan suara. Kami gugup mengantisipasi siapa yang akan menjadi ketua kelas baru. Sembilan gulungan kertas telah berada dalam genggaman Bu Mus. Beliau sendiri kelihatan gugup. Beliau membuka gulungan pertama.
“Borek!” teriak Bu Mus.
Borek pucat dan Kucai melonjak girang. Terang-terangan ia menunjukkan bahwa
ia sendiri yang telah memilih Borek, kawan sebangkunya yang ia anggap pasien rumah
sakit jiwa yang buas. Bu Mus melanjutkan.
“Kucai!”
Kali ini Borek yang melonjak dan Kucai terdiam. Kertas ketiga.
“Kucai!”
Kucai tersenyum pahit. Kertas keempat.
“Kucai!”
Kertas kelima.
“Kucai!”
Kucai pucat pasi. Demikian seterusnya sampai kertas kesembilan. Kucai terpuruk.
Ia jengkel sekali kepada Borek yang tubuhnya menggigil menahan tawa. Ia memandang
Borek dengan tajam tapi matanya mengawasi Trapani.
Karena Harun tak bisa menulis maka jumlah kertas hanya sembilan tapi Bu Mus
tetap menghargai hak asasi politiknya. Ketika Bu Mus mengalihkan pandangan kepada
Harun, Harun mengeluarkan senyum khas dengan gigi-gigi panjgannya dan berteriak
pasti.
“Kucai ...!”
Kucai terkulai lemas. Hari ini kami mendapat pelajaran penting tentang
demokrasi, yaitu bahwa ternyata prinsip-prinsipnya tidak efektif untuk suksesi jabatan
kering. Bu Mus menghampirinya dengan lembut sambil tersenyum jenaka.
“Memegang amanah sebagai pemimpin memang berat tapi jangan khawatir orang
yang akan mendoakan. Tidakkah Ananda sering mendengar di berbagai upacara petugas
sering mengucap doa: Ya, Allah lindungilah para pemimpin kami? Jarang sekali kita
mendengar doa: Ya Allah lindungilah anak-anak buah kami ....”

menurutmu gimana?!

peace?! ^o^